Senin,
26 November 2012
Jam
12.30
Aku,
Dini, dan Tian sedang sibuk mempersiapkan presentasi B. Inggris nanti. Karena
tinggal kelompokku yang belum presentasi. Sebenarnya sih tinggal menambah hiasan-hiasan
lucu. Tetapi entah mengapa Dini terlalu perfeksionis untuk masalah ini. Aku pun
tidak bisa makan siang sampai presentasi ini selesai. Padahal tanpa efek dan
hiasan saja sudah bagus menurutku. Tetapi Dini ngotot agar ditambahkan
hiasan-hiasan. Aku dan Tian hanya bisa menurutinya.
Jam
12.52
Akhirnya
presentasi kelompokku selesai. Setelah itu aku buru-buru makan siang. Aku beli
nasi di kantin kemudian makan di kelas.
Neng
Nong Neng Nong
Tiba-tiba
bel masuk berbunyi. Ms. Kame datang. Untungnya sebelum Ms. Kame tiba, aku sudah
selesai makan. Tak lupa kami memberikan salam kepada Ms. Kame. Setelah itu kami
presentasi B. Inggris. Selama presentasi, aku kebingungan karena aku tidak
mengerti pembahasannya sama sekali. Aku hanya disuruh oleh Dini membaca
slidenya saja. Jika aku mengerti, mungkin aku akan menjelaskannya lebih jauh.
“Woww.
Kalian liat kelompok ini. Saya sangat kagum kepada mereka. Speaking mereka
bagus. Grammarnya juga baik.” Puji Ms. Kame
Aku
senang bukan main. Baru kali ini Ms. Kame memujiku. Biasanya Ms. Kame selalu
mendiskriminasi kami. Hanya Dini dan Tian yang selalu dipuji oleh Ms. Kame.
Yang lain hanya menjadi sasaran pelampiasan kemarahan Ms. Kame, terutama aku.
Aku selalu dimarahi karena nilai B. Inggris ku selalu di bawah KKM. Aku memang
tidak pintar di pelajaran bahasa.
“Kecuali
kamu, Hani. Kamu harus banyak belajar dari teman kelompokmu.” Kata Ms. Kame.
Hatiku
hancur. Dini memang pintar di segala pelajaran. Tian? Apa yang bisa dibanggakan
darinya? Hanya muka cabi dan mata sipit yang membuat Ms. Kame menyukai Tian.
Tian juga tidak pintar di pelajaran Bahasa Inggris. Tetapi Tian selalu mendapat
nilai bagus dari Ms. Kame karena ketika ulangan B. Inggris hanya Dini dan Tian
yang selalu dibantu oleh gurunya. Aku bingung mengapa aku bisa bertemu dengan
guru yang selalu mendiskrimasi kami.
Setelah
presentasi kelompok kami kembali ke tempat duduk masing-masing. Kemudian Ms.
Kame membagikan nilai ulangan. Ketika namaku dipanggil, aku maju ke meja guru
dengan perasaan yang tidak enak.
“Kamu
tahu kan ini sekolah favorit? Murid disini murid yang pintar. Murid pilihan.”
Kata Ms. Kame dengan mata tajam.
Aku
mengangguk.
“Tetapi
saya tidak menemukan murid pilihan itu pada dirimu!!! Kau pikir kau murid macam
apaan? Kamu tidak usah banyak gaya di sekolah ini. Kamu belajar lagi di rumah.
Banyak belajar sama Dini dan Tian.”
Aku
kembali ke tempat duduk dengan perasaan kacau. Aku mulai muak dengan semua ini.
Mengapa hanya aku yang terhina? Mengapa yang lain nilainya bisa bagus? Mengapa
Dini dan Tian selalu dipuji?
“Lu
kenapa, Han?” Tanya Arlita.
“Hah!!!
Emang Ms. Kame guru macam apa? Ngomongnya aja medok. Ms. Kame bukannya membuat
muridnya pintar malah membuat muridnya terhina kayak gini. Mentang-mentang
pernah tinggal di Australia. Pokoknya suatu saat nanti aku harus bisa buktiin
kalo bisa seperti Dini.” Aku marah.
“Itu
siapa yang ngomong?” Ms. Kame marah.
Aku
dan Arlita diam. Pura-pura menoleh.
“Oh,
Hani ya? Kamu udah mulai macem-macem di sekolah ini ya.”
Aku
cuma bisa diam mendengarkan ceramah dari Ms. Kame. Setiap pelajaran Bahasa
Inggris, Ms. Kame selalu saja memarahiku. Aku sudah terbiasa dengan kondisi
ini, tetapi semakin lama aku semakin muak.
Sabtu,
21 Desember 2012. Jam 20.17
“Tadi
pagi Mama udah ke sekolah ambil rapot kamu. Kata gurunya nilai kamu sudah bagus,
tetapi B.Inggris turun. Kalau seperti ini bisa-bisa kamu tidak naik kelas.”
Kata Mama.
Aku
tidak peduli.
“Gini,
Papa punya kenalan. Dia suka keliling dunia karena dia pintar Bahasa Inggris.
Sekarang udah setahun di Indonesia bangun kursus Bahasa Inggris di rumahnya.
Rumahnya ga jauh dari sini kok. Kata Papa semua murid-muridnya jadi pintar
sejak les di sana.” Kata Mama.
“Aku
engga mau les, Ma. Sekolah saja tidak menjamin murid-murinnya menjadi pintar
apalagi ini, Ma”. Kata aku.“Dengerin kata Mama dulu. Papa sama Mama tidak bisa
mengajarimu Bahasa Inggris. Kalo kamu les dan tekun kamu bisa lebih pintar dari
pada teman-temanmu. Semua itu butuh proses, Hani.”
Tiba-tiba
aku teringat Arlita dan Dini. Mereka pintar karena ikut kursus Bahasa Inggris.
“Aku pikir-pikir dulu deh”. Kemudian aku ke kamar tidur. Tiduran sambil
memikirkan apa yang terjadi selama ini. Akhirnya aku sadar. Semua butuh proses.
Selasa,
15 Januari 2013.
Hari
ini adalah hari pertama ikut les seumur hidup. Tempatnya memang tidak jauh dari
rumah sehingga bisa jalan kaki. Tempatnya tidak seperti aku bayangkan
sebelumnya. Rumahnya sederhana. Jalan di depan rumahnya hanya sekedar gang
kecil. Hanya ada 1 guru dan 1 karyawan, yaitu Mr. Abi dan istrinya. Siang hari
rumah itu menjadi tempat kursus tetapi malam hari menjadi rumah biasa. Satu
kelas berisi 1 guru dan 30 orang. Baru kali ini aku menemukan teman-teman yang
sangat homogen. Ada yang baik, genit, pintar, bodoh, pokoknya lengkap. Mr Abi
agak sombong. Dia bercerita pernah kerja di Amerika, Perancis, Inggris berkat
Bahasa Inggris. Punya kenalan banyak dari beberapa Negara. Tetapi kini hidupnya
tidak seperti yang tinggal di luar negeri. Ia tinggal di rumah kontrakan.
Hari
pertama kami belajar perkenalan dengan cara tidak biasa. Banyak kata-kata baru yang
tidak pernah aku dengar. Kemudian belajar beberapa tenses dasar. Disini tidak hanya belajar saja, tetapi juga
bernyanyi lagu-lagu hits barat. Kami
juga diajari cara bermain gitar sehingga aku ingin bermain gitar lagi. Sungguh
menyenangkan.
Pulang
dari tempat les aku belajar Bahasa Inggris lagi. Pelajaran tadi mudah karena
aku pernah mempelajarinya di SD. Tambahannya Cuma kata keterangan saja. Aku
semakin bertekad bisa mengalahkan Dini ketika ulangan nanti dan membuat Ms.
Kame bangga kepadaku.
Selasa,
22 Januari 2013. Sore hari.
Hari
ini adalah hari pengambilan nilai di Kursus Mr. Abi. Bedanya disini tidak ada
tes tertulis. Semuanya lisan. Hanya memberi satu contoh kalimat per tenses. Subjek, objek, sampai kata
keterangan harus ada. Jika ada salah satu kata saja, satu kalimat itu salah
semua.
“Hani
masih salah banyak nih objeknya belum ada. Mister bingung mau kasih nilai
berapa, yang lain bagus-bagus semua.” Kata Mr. Abi. “Hmm bisa ngulang lagi
engga, Mister?” Kata aku. “Gini deh, coba Hani pelajarin lagi di rumah nanti
pas ambil nilai lagi Hani ngulang tenses ini sama berikutnya ya”
Selasa,
19 Februari 2013.
Berminggu-minggu
aku belajar di Kursus Mr. Abi. Aku mendapat banyak ilmu grammar dan vocabulary.
Mr. Abi semakin menekan kepadaku karena aku sendiri yang nilainya selalu jelek,
tetapi ada peningkatan. Bahkan pernah suatu hari aku tidak izinkan pulang oleh
Mr. Abi karena 3 kali berturut-turut pengambilan nilai aku pas-pasan. Aku baru
dibolehkan pulang setelah remedial 3 nilai itu. Itu membuatku stres.
Sesampainya
di rumah Aku langsung ke kamar kemudian tiduran sambil memikirkan tadi itu.
Sepertinya aku memang ditakdirkan seperti ini. Nilai rapot Bahasa Inggris
pas-pasan. Selalu menjadi korban diskriminasi Ms. Kame. Selalu iri melihat yang
lain mendapat nilai bagus, terutama Dini. Kini awan sedang mengeluarkan air
hujannya. Begitu juga diriku, rasanya diriku ingin menangis.
Satu
jam kemudian.
Aku
membuka buku panduan Bahasa Inggris. Aku pahami dalam-dalam, tetapi aku
tidak mengerti sama sekali. Tetapi aku
tidak ingin menyerah. Masih banyak waktu untuk membuktikan kepada Ms. Kame agar
aku tidak dimarahi
lagi.
Tiba-tiba
Mama masuk.
“Hani,
seminggu ini Cuma belajar Bahasa Inggris aja nih. Pelajaran lain jangan
dilupain kan yang nentuin kamu naik kelas apa engga bukan cuman Bahasa Inggris
kan?” Kata Mama. “Ya, Mama. Aku engga pengen dapet nilai Bahasa Inggris jelek
lagi. Ma, masa seumur hidup belajar Bahasa Inggris aku baru mengerti tensesnya” Kata Aku. “Baguslah kalau
seperti itu, tapi pelajaran lain jangan dilupain ya”
Aku
mengangguk.
Kamis,
21 Februari 2013.
Hari
ini aku mendapat pelajaran Ms. Kame lagi. Tetapi kali ini Ms. Kame tidak
seperti biasa. Beliau lebih pendiam daripada hari sebelumnya. Bahkan tadi aku
disuruh maju kedepan bukan karena ingin marah.
“Akhirnya
Miss bisa liat progress dari kamu, Hani. Ini ulanganmu”
Akhirnya
selama SMP ini baru kali ini aku mendapat nilai ulangan Bahasa Inggris 90. Aku
sangat bersyukur. Aku senang sekali. Akhirnya keajaiban itu datang kepadaku.
“Kamu
engga nyontek kan?” Tanya Ms. Kame. “Ya aku nyontek, Miss. Nyontek ke otak
saya.” Jawab aku. “Hmm…. Sebernanya Miss belum percaya sama nilai ini sih.
Biarkan ulangan yang lain yang membuktikannya” Kata Ms. Kame. “Oke, Miss.”
Aku
menggerutu di dalam hati. Seenggaknya nilaiku bagus.
“Cie
yang engga remed. Hahaha” Kata Arlita. “Iya donggg!” Kata aku.
Selasa,
26 Februari 2013.
Hari
ini bukan hari yang menyenangkan. Tadi sore aku menghadiri perpisahan dengan
Mr. Abi. Beliau mendapat pekerjaan di New York. Ia akan meninggalkan Indonesia
esok hari. Kami semua sedih harus berpisah dengan Mr. Abi. Yang rela bekerja
keras tanpa pamrih mengajari kami Bahasa Inggris dengan keras. Terutama aku.
Aku tak tahu harus berguru dengan siapa lagi. Aku lebih cocok diajar dengan Mr.
Abi dibanding pengajar yang lain.
“Mr.
Abi. Tolong beri tips kepada saya agar saya bisa belajar grammar sendiri di
rumah.” Kata Aku.
“Sebenarnya
kalau dipelajari sendiri bisa. Tinggal beli bukunya terus baca kemudian tulis
dikertas contoh-contohnya. Coba lihat deh, rata-rata tenses polanya sama cuma beda dikit. Hani jangan hafalin polanya
tapi dipahami polanya. Kalau udah paham pas ketemu soal kalimatnya diubah kayak
bentuk bagaimanapun Hani tetep ngerti juga kok.”
“Oh,
gitu Mister. Bener juga ya. Besok-besok saya coba deh. Thank you banget Mister.”
“Never
Mind, Hani.”
Malam
hari.
Aku
membuka lagi buku panduan Bahasa Inggris. Kemudian aku menuliskan semua tenses-tenses itu. Dan ternyata benar.
Polanya tidak terlalu jauh. Kalau positif pola kalimatnya pasti subjek,
predikat dan objek. Kalau negatif cuma ditambah not di belakang to be
atau to do. Kalau kalimat tanya to be atau to do dipindahkan ke paling depan. Itu hal paling dasar dalam tenses. Ya ampun aku baru paham. Ah,
andaikan dari dulu dikasih tau sama Mr. Abi aku engga bakal pernah dimarahi Ms.
Kame.
Sekitar
akhir Juni 2013.
Ketika
classmate sedang berlangsung, tiba-tiba Tian memanggilku.
“Haniiiiii……
Hani dipanggil Ms. Kame” Kata Tian. “Mati! Remed ya?” Tanya aku. “Engga tau
deh. Masa sih besok bagi rapot baru remedial sekarang.” “Oh iya ya. Ah, elah
males banget dipangil sama Ms. Kame.”
Akhirnya
aku ke ruang guru menghadap Ms. Kame.
“Hani,
Miss Kame minta maaf selama ini kalau Miss ada salah sama kamu. Apalagi kamu
sering dibandingkan sama Tian dan Dini. Ternyata kamu memang ada usaha untuk
berubah. Miss liat semester ini nilai kamu ada peningkatan. Kamu liat saja
besok. Hhmmm…. Miss bingung mau bilang apa lagi. Semoga semester berikutnya
kamu semakin pintar. Itu saja yang mau diomongin.”
Aku
terdiam. Ketika keluar ruang guru aku merasakan aura yang sangat baik. Akhirnya
target aku di semester ini berhasil. Kemudian aku memandangi langit. Langit itu
cerah, sama seperti hatiku.
Setiap
usaha pasti ada hambatan, dibalik ada kesusahan pasti ada kemudahan.