Imagination is important than knowledge -Albert Einstein

Sabtu, 30 Oktober 2010

Perjalanan Amie (1)

Aku berlari menuju ke kamar, menutup pintu dengan kencang dan terkunci. Aku menangis tersedu-sedu di kamar. Sambil melihat bingkai foto antara aku, Ibu dan Ayah. Foto itu aku simpan rapi-rapi sejak 13 tahun yang lalu. Kini semua itu menjadi kenangan. 11 tahun yang lalu Ayah bercerai dengan Ibu dan aku memilih untuk tinggal bersama Ayah. Awalnya aku tidak mempunyai perasaan apa-apa sejak aku ditinggal Ibu keluar negeri entah kemana. Berselangnya waktu aku mulai kesepian. Aku rindu dengan Ibu. Aku selalu menangis jika aku melihat bingkai foto ini. Itu adalah kenangan tersisa antara aku, Ibu dan Ayah.

Awalnya aku sudah mengatakan kepada Ayah bahwa aku ingin bertemu dengan Ibu. Tapi selalu ditentang keras oleh ayah.

“Apa? Kamu ingin bertemu dengan ibumu? Harusnya kamu itu tau kalo ibumu itu bukan ibu yang baik! Kamu tidak pantas bertemu dengan ibumu lagi! Harusnya kamu bersyukur tinggal dengan ayah. Paham?”

Itulah perkataan Ayah setiap minggu. Seharusnya Ayah sadar… seorang anak bisa melakukan penyimpangan sosial jika ia tidak mempunyai orangtua yang utuh. Setiap minggu aku sudah mengatakannya kepada Ayah, tapi Ayah selalu membantahnya. Padahal, Ayah adalah seorang sosiolog.

“Ya Allah, kapan aku dipertemukan kembali oleh ibu ya allah….?” Doaku setiap harinya setelah shalat.

5 hari kemudian….

Suatu hari aku chatting dengan Tante Rina, teman paling dekat dengan ibu sebelum ibu pindah keluar negri. Tante Rina juga sangat rindu dengan ibu. Karena baginya ibuku adalah seorang yang selalu mengisi hari-harinya saat sedih atau saat gembira.

Tiba-tiba ia mengatakan padaku secara mendadak!

“Amie…. Sekarang tante tahu ibumu tinggal dimana? “

“HAH!!! Dimana-dimana?” aku penasaran.

“Katanya ibumu tinggal di Eindhoven, di Belanda!!!!” jawab Tante Rina.

“Aku harus bertemu ibuku!!! Aku harus bertemu ibuku!!!!!” pinta aku.

Akhirnya aku sepakat dengan Tante Rina besok aku pergi ke rumahnya untuk berangkat ke Belanda. Aku menyiapkan barang-barang, memecahkan celenganku, menulis surat untuk Ayah, kemudian aku kabur dari rumah sekitar jam 00.18 agar ayah tidak menjegatku ke Belanda. Di bagian paling bawah surat aku menuliskan……

“semoga aku dapat bertemu dengan ibuku, amin….”

Bersambung……