Imagination is important than knowledge -Albert Einstein

Selasa, 14 Desember 2010

Perjalanan Amie (2)

20 menit setelah aku keluar dari rumah akhirnya aku sampai di rumah Tante Rina. Aku sangat capek karena dari rumah aku harus berlari cepat agar Ayah tidak tahu sebelum ia bangun dari ranjangnya.

“Kamu membawa uang berapa ribu?” Tanya Tante Rina.

“Hanya segini….” Aku tidak yakin membawa uang banyak.

“Iya berapa itu???”

Kemudian aku menghitungnya walaupun masih capek.

“Haha, ada ada aja Amie, lari lari pagi buta kayak gini dikirain orang setres nanti…….” Tante Rina tertawa.

“Iya, bukan lagi stress, pengen olahraga dingin dingin gini kan masih sejuk udaranya.” Aku masih menghitung uangnya.

“Yah, hanya 150 ribu lah, tante.” Aku selesai menghitungnya.

“Oke, tante udah beli tiketnya, katanya jam 7 pagi kita harus sudah di pesawat, kira2 6 jam kemudian kita sudah sampai di Belanda.”

Kemudian kami pergi ke Bandara Soetta pada jam 01.30 dengan taksi. Di perjalanan kami masih ngantuk bahkan aku dan Tante Rina tertidur di dalam taksi. Sekitar jam 4 kami tiba di Bandara Soetta. Tetapi kami tidak langsung tiba disana. Sebelumnya kami singgah di tempat istirahat jalan tol kemudian kami (termasuk supir taksi) tidur di dalam mobil hingga jam 5 Shubuh.

Tepat jam 7 aku dan Tane Rina sudah berakat menuju Belanda dengan pesawat ******** (aslinya yang buat bingung kasih nama pesawatnya). Sampai disana, di bandara Schippol (kalau tidak salah) jam tanganku menunjukkan pukul 13.02. Tetapi jam dinding bandara itu menunjukkan jam 07.02 AM. Kemudian aku merubah jarum jam mengikuti jam Belanda. Rasanya diriku seperti baru berada di Bandara Soetta, tetapi suasana Bandara Schippol dan Soetta jauh sekali. Aku melihat ada orang memesan tiket di sebuah mesin touchscreen. Di Belanda turun salju satu per satu. Udara sangat dingin. Berkali-kali aku mengusap & menggosok telapak tanganku. Padalah aku sudah memakai jaket tebal.

Kemudian kami berangkat ke Eindhoven dengan kereta membutuhkan waktu +/- 1.5 jam untuk sampai di tujuan. Selama di jalan aku berdoa agar aku dapat bertemu dengan Ibu hari ini. Tiba-tiba perutku keroncongan. Padahal di pesawat aku sudah ingin makan. Kemudian Tante Rina membelikanku sebuah roti gandum.

“Amie, tante beli roti gandum aja ya, kita kan nggak bawa banyak duit jadi disini kita harus benar-benar hemat.” Pinta Tante Rina.

Padahal aku ingin makan nasi. Tapi mau tidak mau aku, yang baru berumur 15 tahun, harus menuruti perintah Tante Rina, yang telah berumur >40 tahun tetapi tidak menikah. Awalnya, roti gandum rasanya tidak enak. Rasanya ingin aku buang roti gandum ke luar. Ketika aku menggigit lagi…. aku mulai menyukai roti gandum. Mungkin karena adanya dorongan paksa dari dalam tubuh.

Setelah sampai di stasiun kami melanjutkan perjalanan dengan naik taksi. 15 menit kemudian kami sampai di sebuah rumah kecil di pinggiran Kota Eindhoven. Kemudian kami berjalan menuju rumah itu. Aku tidak sabar melihat Ibu yang semakin tua. Tante Rina mengetuk pintu rumah itu. Tiba-tiba seseorang kakek membuka pintunya. Tante Rina berbicara dengan kakek itu dengan Bahasa Belanda. Setelah berbicara lama, Tante Rina mengungkapkan rasa kecewanya.

“Amie…. kemarin Ibu pindah ke Paris. Tapi Ibu tidak memberi tahu tante. Ibu udah dapat alamatnya kok. Mau nggak sekarang kita ke Paris?”

Aku sangat kecewa. Ibu tidak memberi tahu tante tentang soal ini. Tapi rasa rinduku mebuatku terus berusaha. Aku harus pergi ke Paris sekarang juga!