Imagination is important than knowledge -Albert Einstein

Jumat, 20 Mei 2016

Bab 9 Ilmu Budaya Dasar - Manusia dan Tanggung Jawab

A. PENGERTIAN MANUSIA

Manusia berasal dari kata "manu" (Sansekerta), "mens" (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang mampu menguasai makhluk lain. Secara istilah, manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.

B. PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB

Tanggung jawab menurut KBBI adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual ataupun teologis. Manusia tidak hanya memiliki tanggung jawab kepada sesama, tetapi juga kepada Tuhannya akan keyakinan dan ajaran-Nya.

Tanggung jawab juga berkaitan dengan kewajiban. Kewa­jiban adalah sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang. Macam-macam kewajiban :


1. Kewajiban Terbatas : Kewajiban ini tanggung jawab diberlakukan kepada setiap orang. Contohnya undang-undang larangan membunuh, mencuri yang disampingnya dapat diadakan hukuman-hukuman.
2.  Kewajiban tidak Terbatas :Kewajiban ini tanggung jawabnya diberlakukan kepada semua orang. Tanggung jawab terhadap kewajiban ini nilainya lebih tinggi, sebab dijalankan oleh suara hati, seperti keadilan dan kebajikan. 

Orang yang bertanggung jawab akan berusaha untuk berbuat adil dan merasakan kebahagiaan. Sedangkan orang yang tidak bertanggung jawab akan merasakan suatu kesulitan karena tidak mengikuti norma dan aturan yang ada. 

C. MACAM-MACAM TANGGUNG JAWAB

1. Tanggung Jawab manusia terhadap diri sendiri

Menurut sifatnya manusia adalah makhluk bermoral. Akan tetapi manusia juga seorang pribadi, dan sebagai makhluk pribadi manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, angan-angan untuk berbuat ataupun bertindak, sudah barang tentu apabila perbuatan dan tindakan tersebut dihadapan orang banyak, bisa jadi mengundang kekeliruan dan juga kesalahan. Untuk itulah agar maanusia itu dalam mengisi kehidupannya memperoleh makna, maka atas diri manusia perlu diberi Tanggung Jawab.

2. Tanggung Jawab kepada keluarga

Keluarga adalah masyarakat terkecil yang terdiri atas ayah, ibu, anak-anak, dan orang-orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung Jawab ini menyangkut nama baik keluarga. kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan. 

3. Tanggung Jawab kepada masyarakat

Manusia adalah makhluk sosial. Manusia dapat memenuhi kebutuhannya karena bantuan orang lain. Sehingga manusia perlu mempertanggung jawabkan perbuatannya yaitu berbuat yang terbaik untuk masyarakat. Manusia juga mempertanggung jawabkan semua tingkah laku dan perbuatan.

4. Tanggung Jawab kepada Bangsa/Negara

Satu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individual adalah warga nagara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat olah norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semau sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung jawab kepada negara.

5. Tanggung Jawab kepada Tuhan

Manusia harus mempertanggung jawabkan apa yang telah diperbuatnya selama di dunia di akhirat nanti.

D. PENGERTIAN PENGABDIAN DAN PENGORBANAN

Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebaga perwujudan, kesetiaan antara lain kepada raja, cinta, kasih sayang, hormat, atau suatu ikatan dan semua dilakukan dengan ikhlas. Pengabdian muncul karena adanya tanggung jawab.

Macam-macam pengabdian :
1. Pengabdian kepada keluarga
Pada hakikatnya manusia hidup berkeluarga. Hidup berkeluarga ini didasarkan cinta dan kasih sayang. Kasih sayang ini mengandung pengertian pengabdian dan pengorbanan. Tidak ada kasih sayang tanpa pengabdian. Bila ada kasih sayang tidak disertai pengabdian. Berarti kasih sayang itu palsu atau semu. Pengabdian kepada keluarga ini dapat berupa pengabdian kepada istri dan anak-anak, istri kepada suami dan anak-anaknya, anak-anak kepada orang tuanya.

2. Pengabdian kepada masyarakat
Manusia dalah anggota masyarakat, ia tidak dapat hidup tanpa orang lain, karena tiap-tiap orang lain saling membutuhkan. Bila seseorang yang hidup di masyarakat tidak mau memesyarakatkan diri dan selalu mengasingkan diri, maka apabila mempunyai kesulitan yang luar biasa, ia akan ditertawakan oleh masyarakat, cepat atau lambat ia akan menyadai dan menyerah kepada masyarakat lingkungannya.

Oleh karena itu, demi masyarakat, anggota mayarakat harus mau mengabdikan diri kepada masyarakat. Ia harus mempunyai rasa tanggung jawab kepada masyarakat. Oleh karena nama baik tempat ia tinggal, membawa nama baiknya pula. Bila remaja masyarakat kampungnya terkenal dengan “remaja berandal” suka berkelahi, mengganggu orang, atau merampas hak orang lain, maka bagaimanapun juga ia akan merasa malu.

3. Pengabdian kepada Negara
Manusia pada hakikatnya adalah bagian dari suatu bangsa atau warga negara suatu negara. Karena itu seseorang wajib mencintai bangsa dan negaranya. Mencintai ini biasanya diwujudkan dalam bentuk pengabdian. Tidak ada arti cinta tanpa pengabdian.

4.  Pengabdian kepada Tuhan
Manusia tidak ada sendirinya, tetapi merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan manusia wajib mengabdi kepada Tuhan. Pengabdian berarti penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, dan itu merupakan perwujudan tanggung jawabnya kapada Tuhan Yanag Maha Esa. Selain itu juga manusia harus menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Pengorbanan
Pengorbanan berasal dari kata korban atau kurban yang berarti persembahan, sehingga pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian. Dengan demikian pengorbanan yang bersifat kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengandung pamrih.

Pengabdian lebih banyak menunjuk kepada perbuatan, sedangkan pengorbanan lebih banyak menunjuk kepada pemberian sesuatu misalnya berupa pikiran, perasaan, tenaga, biaya, dan waktu. Dalam pengabdian selalu dituntut pengorbanan, akan tetapi pengorbanan belum tentu menuntut pengabdian.

Bab 8 Ilmu Budaya Dasar - Manusia dan Pandangan Hidup

A. PANDANGAN HIDUP

Pandangan Hidup merupakan suatu dasar atau landasan untuk membimbing kehidupan jasmani dan rohani. Pandangan hidup sering disebut filsafat hidup. Filsafat berarti cinta akan kebenaran, sedangkan kebenaran dapat dicapai oleh siapa saja. Hal inilah yang mengakibatkan pandangan hidup itu perlu dimiliki oleh semua orang dan semua golongan.

Faktor-faktor yang menyebabkan manusia lupa dengan pandangan hidupnya dan pengabdiannya kepada Sang Pencipta :
  1. Kurangnya penghayatan pandangan hidup yang diyakini.
  2. Kurangnya keyakinan pandangan hidupnya.
  3. Kurang memahami nilai dan tuntutan yang terkandung dalam pandangan hidupnya.
  4. Kurang mampu mengatasi keadaan sehingga lupa pada tuntutan hidup yang ada dalam pandangan hidupnya.
  5. Atau sengaja melupakannya demi kebutuhan diri sendiri.
Pandangan hidup merupakan bagian dari hidup manusia yang dapat mencerminkan aspirasi dan cita-cita sesesorang, sekelompok, ataupun masyarakat.

Menurut Manuel Kaisiepo (1982) dan Abdurrahman Wahid (1985), pandangan hidup bersifat elastis, maksudnya bergantung pada situasi dan kondisi serta tidak selamanya bersifat positif.

Pandangan hidup yang sudah diterima oleh sekelompok orang biasanya tidak hanya digunakan sebagai pendukung suatu organisasi disebut ideology, tetapi juga dapat menjadi pegangan, bimbingan, tuntutan seseorang ataupun masyarakat dalam menempuh jalan hidupnya menuju tujuan akhir.

B. CITA-CITA

Pandangan hidup terdiri atas cita-cita, kebajikan dan sikap hidup. Cita-cita, kebajikan dan sikap hidup itu tak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Dalam kehidupannya manusia tidak dapat melepas diri dari cita-cita, kebajikan dan sikap hidup itu. 

Cita-cita itu perasaan hati yang merupakan suatu keinginan yang ada dalam hati. Cita-cita sering kali diartikan sebagai angan-angan, keinginan, kemauan, niat atau harapan. Cita-cita itu penting bagi manusia, karena adanya cita-cita menandakan kedinamikan manusia.
Ada tiga kategori keadaan hati seseorang yakni lunak, keras,dan lemah, seperti :

1. Orang yang berhati keras, biasanya tak berhenti berusaha sebelum cita-citanya tercapai. Ia tidak menghiraukan rintangan, tantangan, dan segala esulitan yang dihadapinya. Orang yang berhati keras biasanya juga mencapai hasil yang gemilang dan sukses hidupnya.
2. Orang berhati lunak biasanya dalam usaha mencapai cita-citanya menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Namun ia tetap berusaha mencapai cita-cita itu. Karena, biarpun lambat ia akan berhasil juga mencapai cita-citanya.
3. Orang yang berhati lemah biasanya mudah terpengaruh oleh situasi dan kondisi. Bila menghadapi kesulitan cepat-cepat ia berganti haluan dan berganti keinginan.

C. KEBAIKAN ATAU KEBAJIKAN

Pada hakikatnya adalah perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama atau etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik dan makhluk bermoral. Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik. Untuk melihat apa itu kebajikan, kita harus melihat dari tiga segi, yaitu :
  1. Manusia sebagai pribadi, Yang menentukan baik-buruknya adalah suara hati. Suara hati itu semacam bisikan dalam hati untuk menimbang perbuatan baik atau tidak. Jadi suara hati itu merupakan hakim terhadap diri sendiri. Suara hati sebenarnya telah memilih yang baik, namun manusia seringkali tidak mau mendengarkan.
  2. Manusia sebagai anggota masyarakat, Yang menentukan baik-buruknya adalah suara hati masyarakat. Suara hati manusia adalah baik, tetapi belum tentu suara hati masyarakat menganggap baik. Sebagai anggota masyarakat, manusia tidak dapat membebaskan diri dari kemasyarakatan.
  3. Manusia sebagai makhluk tuhan, manusia pun harus mendengarkan suara hati Tuhan. Suara Tuhan selalu membisikkan agar manusia berbuat baik dan mengelakkan perbuatan yang tidak baik. Jadi, untuk mengukur perbuatan baik dan buruk, harus kita dengar pula suara Tuhan atau Kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan berbentuk Hukum Tuhan atau Hukum agama.
Jadi, kebajikan itu adalah perbuatan yang selaras dengan suara hati kita, suara hati masyarakat, dan Hukum Tuhan. Kebajikan berarti berkata sopan, santun, berbahasa baik, bertingkah laku baik, ramah-tamah terhadap siapapun, berpakaian sopan agar tidak merangsang bagi yang melihatnya.

Namun ada pula kebajikan semu, yaitu kejahatan yang berselubung kebajikan. Kebajikan semu ini sangat berbahaya, karena pelakunya orang-orang munafik yang bermaksud mencari keuntungan diri sendiri.

D. USAHA/PERJUANGAN

Setiap manusia dituntut untuk bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita sesuai dengan kemampuannya. Setiap orang mempunyai kemampuan (keahlian) yang berbeda-beda. Oleh karena itu, manusia dituntut untuk membantu sesamanya. Apabila sistem ini diangkat ketingkat organisasi negara, maka negara akan mengatur usaha / perjuangan warga negaranya sedemian rupa, sehingga perbedaan tingkat kemakmuran antara sesama warga negara dapat dihilangkan atau tidak terlalu mencolok. Keadaan ini dapat dikaji melalui pandangan hidup /idiologi yang dianut oleh suatu negara.

E. KEYAKINAN DAN KEPERCAYAAN

Secara bahasa, keyakinan berasal dari kata yaqin yang artinya percaya sungguh-sungguh. Kepercayaan berbeda dengan keyakinan. Keyakinan dan keimanan berada di atas istilah kepercayaan. Dan keyakinan ekuivalen dengan keimanan. Kepercayaan menerima dengan budi (ratio) dan keyakinan menerima dengan akal. Dalam hal agama, keyakinan itu berarti menyakini secara pasti dan benar bahwa Allah adalah Sang Maha Pencipta. Dalam bidang kehidupan manusia menggunakan keyakinan sebagai cara dalam menempuh kehidupan. Tanpa keyakinan, kehidupan akan diliputi oleh bimbang.

F. LANGKAH-LANGKAH BERPANDANGAN HIDUP YANG BAIK

Akal dan budi sebagai milik manusia ternyata membawa ciri tersendiri akan diri manusia itu. Sebab akal dan budi mengakibatkan manusia memiliki keunggulan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Satu diantar keunggulan manusia tersebut ialah pandangan hidup. Disatu pihak manusia menyadari bahwa dirinya lemah, dipihak lain menusia menyadari kehidupannya lebih kompleks.

Kesadaran akan kelemahan dirinya memaksa manusia mencari kekuatan diluar dirinya. Dengan kekuatan ini manusia berharap dapat terlindung dari ancaman-ancaman yang selalu mengintai dirinya, baik yang fisik maupun non fisik. Seperti penyakit, bencana alam, kegelisahan, ketakutan, dan sebagainya.

Selain itu manusia sadar pula bahwa kehidupannya itu lain bila dibandingkan dengan kehidupan makhluk lain. Sadar pula bahwa dibalik kehidupan ini ada kehidupan lain yang diyakini lebih abadi. Lebih yakin lagi bahwa kehidupan lain itu bahkan merupakan kehidupan yang sesungguhnya.

Disana setiap manusia akan mempertanggung jawabkan apa yang dilakukan selama hidup didunia. Manusia tahu benar bahwa baik dan buruk itu akan memperoleh perhitungan, maka manusia akan selalu mencari sesuatu yang dapat menuntunnya kearah kebaikan dan menjauhkan diri dari keburukan.

Akhirnya manusia menemukan apa yang disebut “ sesuatu dan kekuatan diluar dirinya “. Ternyata keduanya adalah “ Agama dan Tuhan “. Dengan demikian bahwa pandangan hidup merupakan masalah yang asasi bagi manusia. Sayangnya tidak semua manusia yang memahaminya, sehingga banyak orang yang memeluk suatu agama semata-mata atas dasar keturunan. Akibatnya banyak orang yang beragama hanya pada lahirnya saja dan tidak sampai batinnya. Atau yang sering dikenal dengan agama KTP. Padahal urusan agama adalah urusan akal, seperti dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam satu hadistnya : Agama adalah akal, tidak ada agama bagi orang-orang yang tidak berakal.

Maksud Nabi Muhammad SAW tersebut ialah agar manusia dalam memilih suatu agama benar-benar berdasarkan pertimbangan akalnya, dan bukan semata-mata karena asas keturunan. Hal ini ditegaskan oleh firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat-236 yang artinya :
Tidak ada paksaan untuk memasuki sesuatu agama, sesungguhnya telah jelas antara jalan (agama) yang benar dan jalan (agama) yang salah.

Ternyata, pandangan hidup sangat penting. Baik untuk kehidupan sekarang maupun kehidupan di akhirat. Dan sudah sepantasnya setiap manusia memilikinya. Maka pilihan pandangan hidup harus betul-betul berdasarkan pilihan akal bukan sekedar ikut-ikutan saja.

Perlu kita sadari bahwa baik Tuhan maupun agama bagi kita adalah suatu kebutuhan. Bukan kebutuhan sesaat seperti makan, minum, tidur, dan sebagainya. Melainkan kebutuhan yang terus menerus dan abadi. Sebab setiap saat kita memerlukan perlindungan Allah SWT dan petunjuk agama sampai diakhir nanti.




STUDI KASUS

Menimbang Keadilan Hukum Islam dalam Kasus Yuyun


sumber : http://www.hidayatullah.com/redaksi/surat-pembaca/read/2016/05/07/94368/menimbang-keadilan-hukum-islam-dalam-kasus-yuyun.html



BANYAK orang takut dan menilai stereotif hukum Islam (syariah). Beragam komentar miring dari publik baik itu muslim atau non muslim mengenai hukum Islam.
Ada yang bilang hukum Islam bar-bar, tidak berprikemanusian, melangar HAM, dsb, intinya beragam komentar miring tentang hukum Islam. Bahkan banyak ummat Islam di negri ini sendiri antipati dan enggan dengan hukum Islam (syariah).
Mari kita belajar rasa keadilan lewat kasus yang menimpa Yuyun bin Hakim, dan Yuyun yang lainya.
Kasus kekerasan pembunuhan dan disertai pemerkosaan yang dialami Yuyun sontak menyita perhatian publik, kasus ini sangat membuat geram masyarakat, bahkan banyak menyeruak ke permukaan kemarahan masyarakat, sehingga muncul wacana tentang hukuman mati atau kebiri, atau paling minim dihukum penjara seumur hidup bagi pelaku pemerkosaan yang disertai pembunuhan oleh belasan pelaku kejahatan.

Saya yakin dengan kasus yang menimpa Yuyun pasti publik sepakat apapun agama dan sukunya jika pelaku pemerkosaan dan pembunuhan untuk dihukum mati.
Di sini banyak yang menyuarakan hukuman berat bagi pelaku kekerasan tersebut, termasuk tindak pidana lainnya.
Tahukah Anda, hukum Islam sudah jauh-jauh hari memberikan hukum keras bagi pelaku seperti ini, mulai dari cambukan, rajam atau bahkan paling dahsyat dengan hukuman salib dengan cara menyilang, seperti firman Allah berikut ini:
“Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar.” (QS: Al Maidah [5]:33)
Yang mengherankan adalah mengapa banyak orang benci dan antipati dengan hukum Islam diterapkan, tapi berharap hukuman berat bagi pelaku tindak pidana.
Timbanglah keadilan seakan Anda korban atau keluarga korban, dengan cara ini anda akan tahu betapa adilnya hukum Allah lewat hukum syariah. Hampir setiap keluarga korban menilai, apapun putusan hakim mereka selalu berharap agar pelaku dihukum seberat-beratnya dengan hukuman mati, atau minimal penjara seumur hidup.
Dengan cara demikian Anda pasti akan menyimpulkan bahwa hukum Allah adalah adil.
Hukum Islam menimbang keadilan lewat rasa yang ada pada diri keluarga korban, karena keluarga korban tidak mungkin bisa disogok, karena mereka yang kehilangan. Sehingga adil baru tegak menurut mereka jika pelaku dihukum seberat-beratnya.
Dalam hukum Islam, keluarga korban diberikan opsi:
Pertama, menuntut hukum mati
Kedua, meminta uang tebusan (diyat)
Ketiga,  memaafkan
Jika keluarga korban memilih opsi ke-3, maka disana akan terlihat betapa indahnya hukum Islam, tapi jika yang dipilih opsi 1 atau 2, maka itu juga sangat wajar. Bagaimana jika kasus ini menerima keluarga kita? Rasakan itu kepada kita semua.
Tapi hukum positif sepenuhnya kewenangan di tangan hakim, dia tidak merasakan kepedihan seperti yang dirasakan korban, maka tidak sedikit para hakim mendapatkan kenikmatan atas penderitaan orang lain, sehingga hakim tersebut memutuskan perkara jauh dari harapan korban karena mendapatkan sogokan dari pelaku, sehingga yang tersisa keadilan hanyalah isapan jempol belaka.
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS: Al Baqarah [2]:208)
Mengapa kita masih ragu dengan tidak rela menerima hukum Allah (syariah)? Agar tidak ada lagi korban Yuyun-yuyun yang lain.
“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qişāş-nya (balasan yang sama). Barangsiapa melepaskan (hak qişāş)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim.” (Q.S Al. Maidah :45)
Percayalah, selama hukum masih ada di tangan manusia, kita tidak akan pernah menemukan keadilan yang sejati.


opini :
Menurut saya, Apakah ada agama yang mengajarkan tentang kejahatan ? tidak. Agama berfungsi agar manusia tidak kacau. Setiap manusia cenderung melakukan kerusakan di bumi. Tetapi, jika manusia mempelajari agama dengan baik kemudian meyakini lalu menjadikannya sebagai pandangan hidupnya, maka tidak akan ada manusia yang melakukan perbuatan tidak senonoh tersebut. 
C

Selasa, 17 Mei 2016

Bab 7 Ilmu Budaya Dasar - Manusia dan Keadilan

A. PENGERTIAN KEADILAN

Keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.

Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebagai berikut “keadilan social adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur.” Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan social dalam bidang ekonomi adalah dapat mencapai kemakmuran yang merata.

B. MACAM-MACAM KEADILAN
1. Keadilan Komutatif (iustitia commutativa) : keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya berdasarkan hak seseorang (diutamakan obyek tertentu yang merupakan hak seseorang.
2. Keadilan Distributif (iustitia distributiva) : keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi haknya berdasarkan asas proporsionalitas atau kesebandingan berdasarkan kecakapan, jasa atau kebutuhan.
3. Keadilan legal (iustitia Legalis) : keadilan berdasarkan Undang-undang (obyeknya tata masyarakat) yang dilindungi UU untuk kebaikan bersama (bonum Commune).
4. Keadilan Vindikatif (iustitia vindicativa) : keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang hukuman atau denda sesuai dengan pelanggaran atau kejahatannya.
5. Keadilan kreatif (iustitia creativa) : keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang bagiannya berupa kebebasan untuk mencipta sesuai dengan kreatifitas yang dimilikinya di berbagai bidang kehidupan.
6. Keadilan protektif (iustitia protectiva) : keadilan yang memberikan perlindungan kepada pribadi-pribadi dari tindakan sewenang-wenang pihak lain.

C. KEJUJURAN 
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir malalui kata-kata atau perbuatan. 

D. KECURANGAN
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan berusaha. Kecurangan menyebabkan orang menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan.

E. PERHITUNGAN DAN PEMBALASAN
Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.

Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan, dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun diberikan pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapatkan pembalasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan, menimbulkan pembalasan yang tidak bersahabat pula

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia bermuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar hak dan kewajiban manusia lain. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.

F. PEMULIHAN NAMA BAIK
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Penjagaan nama baik erat hubunganya dengan tingkah laku atau perbuatan. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan – perbuatan yang dihalalkan agama dan lain sebagainya.

Pada hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala

kesalahannya; bahwa apa yang telah diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak.

G. PEMBALASAN
Pembalasan teori tertua dalam teori tujuan pemidanaan. Teori ini memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan. Jadi teori ini berorientasi pada perbuatan dan terjadinya perbuatan itu sendiri.

Teori absolut mencari dasar pemidanaan dengan memandang masa lampau (melihat apa yang telah dilakukan oleh sang pelaku). Menurut teori ini pemidanaan diberikan karena dianggap si pelaku pantas menerimanya demi kesalahan sehingga pemidanaan menjadi retribusi yang adil dari kerugian yang telah diakibatkan. Pembalasan terjadi karena adanya sesuatu kesalahpahaman atau tindakan yang seharusnya tidak dilakukan, maka antara satu kubu dengan kubu yang lain menimbulkan rasa dendam yang sama dengan perlakuan yang sejenis.