Imagination is important than knowledge -Albert Einstein

Rabu, 27 April 2011

Bersyukurlah!!!

Namaku Atia. Sewaktu aku masih berumur 3/4 tahun keluargaku hijrah dari kampungku ke Jakarta. Bukannya mau nyari penghasilan lebih banyak, tetapi ayahku ditugaskan untuk berkerja di salah satu kantor pusat di daerah Jakarta Selatan.

Akhirnya kami putuskan untuk tinggal di daerah Depok. Rumahnya sederhana, rumahnya berlantai 2 cuma di lantai 2 hanya ada kamar pembantu, gudang dan ruang jemur. Hanya ada 4 kamar tidur dan 2 kamar mandi (kalau di rumah elit kamar mandi bisa sampai ada 6 loh). Yang membuat sesak adalah barang-barang ada dimana-mana dan berantakan. Sementara penghuninya banyak sekali. Itulah yang membuat rumah ini semakin kecil dan sumpek.

Sakin sumpeknya kamar dan rumah, akhirnya aku protes. Aku ingin segera pindah rumah yang lebih besar dan lebih banyak kamarnya mandinya. Teman-temanku rumahnya mewah-mewah, kamarnya banyak (maklum waktu itu masih SD dan sekolahnya di swasta). Namun orang tuaku selalu berkata :

“Nanti kalau kamarnya diatas, trus takut malam-malam berani ke bawah?”

Tapi tetap saja ingin pindah rumah. Sakin bawelnya diriku, orangtuaku berkata :

“Bersyukurlah tinggal disini, kita masih punya rumah, masih bisa tidur nyenyak, masih bisa makan enak, apa yang diinginkan bisa dibeliin. Lihatlah di TV. Banyak anak bayi kelaparan. Rumahnya cuma dari bambu, pergi ke warung masih ngutang.”

Ada sedikit renungan. Tapi tetap tidak mengerti dan tetap mengikuti obsesi itu. Ckckck.

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Alhamdulillah sekarang aku diterima di SMP Negeri yang kata orang-orang lumayan favorit (udah pada tau kan….). Di SMP pelajaran makin susah, teman-teman makin rusuh, tetapi dibalik kerusuhan itu terdapat keseruan yang muncul wkwkwkwk. Dan 1 lagi, sekolah ini pun sebagian kelasnya tidak ada kipas, tidak seperti di SD. tetapi sekolah ini mengandalkan AC (AC alami maksudnya). Dan kelasku dekat toilet dan gudang sampah. Tidak bisa dibayangkan betapa makin sumpeknya nasib ini. -_-“

Akhirnya aku berkenalan dengan teman dekat sekaligus teman curhat. Awalnya sih aku melihatnya biasa-biasa saja. Namun pada akhirnya dia juga mempunyai kekurangan yang lebih banyak dibandingkan aku.

“at… nanti pas SMA kayaknya nggak di negri lagi deh. Terlalu kemahalan. Nanti aku sekolah di Parung soalnya ada beasiswa buat yang nggak mampu.”

Mendengarnya langsung sedikit miris. Kenapa orang pintar seperti dia harus sekolah sana? Emang tidak ada SMA Negri di Depok yang murah dan ada beasiswanya??? Bahkan kadang-kadang orang tuanya menyuruh sekolah di SMK yang murah agar bisa langsung kerja dan bantu orang tuanya.

Tidak hanya pengalaman itu saja. Tiap kerja kelompok di rumah teman sebagian rumahnya di gang kecil dan sangat sederhana rumahnya. Dalam hatiku berkata : mengapa teman-teman sekarang rumahnya seperti ini? Perasaan dulu waktu SD rumahnya besar-besar deh.

Akhirnya aku malu pada diri sendiri. Mengapa dulu aku selalu rewel saat berbicara tentang rumahku yang begitu sumpek ini? Akhirnya akuu bersyukur. Kehidupanku lebih baik dibandingkan teman-teman yang lain. Mereka tidak hanya rumahnya sederhana, tetapi hati mereka juga sederhana. Akhirnya aku memutuskan untuk sekolah regular saat SMA nanti.

Saat kelas 8, aku mengkuti “kelas efektif”. Kelas Efektif maksudnya semacam kelas sebelum di RSBI. Bukannya mau ngadem-ngadem dikelas. Tetapi disuruh sama orang tua! Emang awalnya sih ada niat banyak buat ikutan ini. Tapi setelah mikir-mikir panjang, melihat sekolah SBI di Depok. Menurutku masih bagusan sekolah SSN di Depok dibandingkan SBI. Maka dari itu aku tak punya niat ikut kelas ini. Namun akhirnya diterima juga -_-‘

Hari-hari menjalani kelas 8 di Kelas Efektif….. lumanyan suram. Suasana pun tidak beda jauh seperti regular. Aku menjadi kesal, rencananya. Kelas Efektif menggunaan multimedia, bilingual. Namun lebih disalah gunakan. Aku menjadi tambah kesal dengan adanya RSBI. huffftttttt……..

Semakin lama, semakin terbiasa di kelas 8. Kelasnya yang rusuh tapi anak-anaknya lebih mending dibanding kelas lain. Itulah komentar sebagian murid kelasku. Dan aku tidak mau pindah ke kelas lain. Anak-anaknya lebih baik dibanding kelas 7. Jika di kelas 7 ada beberapa anak yang buat orang sakit hati. Di kelas 8 juga ada sebernanya. Tapi itu hanya masalah sepele saja.

Meskipun demikian. Aku tetap rindu dengan kelas regular. AC alami…., kursi kayu…., panas-panasan……, tidak ada bayaran…… entah kenapa lebih suka berbau yang sederhana. Aku juga merindukan teman-temanku di kelas regular. huffttt……..

Pesan untuk pemimpin Kota Depok :

1. 1.) Tolong sekolah negeri di Depok yang akan jadi RSBI…dihapus! Termasuk sekolah saya. Karena warga Depok sudah protes dengan adanya RSBI, terutama SMA. Karena kalangan bawah tidak bisa bersekolah mahal-mahal.

2. 3.) Tolong ditambahkan lagi SMK-nya, terutama untuk jurusan bidang IT (karena Depok ingin menjadi “cyber city”)

3. 3.) Terima kasih karena pada tahun depan karena SMA negeri di Depok akan digratiskan. Karena itu sudah kewajiban pemerintah untuk mensubsidi pendidikan.

Sabtu, 08 Januari 2011

Perjalanan Amie (3)

6 jam kemudian….

Akhirnya kini aku dan Tante Rina telah sampai di Paris, sebuah kota yang sangat indah. Sewaktu melewati Menara Eiffel aku memutuskan untuk turun mobil kemudian aku “take a photo” menara yang tingginya 2,5 kali lipat dari monas. Inilah impianku selama ini. Setelah itu kami melanjutkan pencarian Ibu. Tak lama kemudian kami tiba di sebuah apartemen tingkat 5. Kemudian kami masuk dan bertanya kepada petugas apartemen bernomor 456. Ia mengatakan bahwa penghuninya tidak tinggal di Prancis lagi. Aku sangat kecewa. Lagi-lagi kami tidak menemukannya. Kemudian keesokan harinya kami pulang ke Jakarta.

Beberapa hari kemudian….

Aku terus berdoa ke Tuhan agar aku dapat menemukan Ibu secepatnya. Kali ini aku tidak berdoa di rumahku. Melainkan di rumah Tante Rina. Aku belum siap pulang ke rumah. Aku takut dimarahi oleh Ayah lagi.

“Amie……Amie nggak mau pulang???” Tanya Tante Rina.

“Bukannya nggak mau pulang, belum siap pulang…..takut dimarahin ayah lagi.”

“Sekarang kamu pulang aja ya, ntar dicariin Ayah kmana-mana lagi. Biar tante aja yang nemenin kamu pulang.”

“NGGAK MAU! POKOKNYA NGGAK MAU!!!!!!!!!!!!!!!”

Tiba-tiba……

“Assalammualaikum!!!!”

“Walaikummussalam……” Tante Rina berjalan menuju pintu.

NGEEEEEEKKKKKK!!!!!!!!!!! (suara pintu :p)

Tiba-tiba aku mendengar suara orang yang ku kenal di luar rumah, kemudian aku berlari menuju pintu dan…….. Ya Allah! IBU!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Kemudian aku berpelukan dengan Ibu. Akhirnya orang yang aku cari selama ini telah datang. Alhamdulillah…..

Kemudian aku dan Ibu bersama-sama pulang ke rumah. Ayah kaget melihat aku berhasil membawa pulang sang Ibu. kemudian Ayah mengajak Ibu berbicara di kamar dan aku belum boleh masuk rumah. Sekitar 5 menit kemudian Ibu keluar rumah dan berkata padaku.

“Amie……kita akan bersatu kembali.”

Aku senang banget keluargaku bisa bersatu kembali. Kami akan memulai hidup dari awal kembali.

“TAMAT”

Selasa, 14 Desember 2010

Perjalanan Amie (2)

20 menit setelah aku keluar dari rumah akhirnya aku sampai di rumah Tante Rina. Aku sangat capek karena dari rumah aku harus berlari cepat agar Ayah tidak tahu sebelum ia bangun dari ranjangnya.

“Kamu membawa uang berapa ribu?” Tanya Tante Rina.

“Hanya segini….” Aku tidak yakin membawa uang banyak.

“Iya berapa itu???”

Kemudian aku menghitungnya walaupun masih capek.

“Haha, ada ada aja Amie, lari lari pagi buta kayak gini dikirain orang setres nanti…….” Tante Rina tertawa.

“Iya, bukan lagi stress, pengen olahraga dingin dingin gini kan masih sejuk udaranya.” Aku masih menghitung uangnya.

“Yah, hanya 150 ribu lah, tante.” Aku selesai menghitungnya.

“Oke, tante udah beli tiketnya, katanya jam 7 pagi kita harus sudah di pesawat, kira2 6 jam kemudian kita sudah sampai di Belanda.”

Kemudian kami pergi ke Bandara Soetta pada jam 01.30 dengan taksi. Di perjalanan kami masih ngantuk bahkan aku dan Tante Rina tertidur di dalam taksi. Sekitar jam 4 kami tiba di Bandara Soetta. Tetapi kami tidak langsung tiba disana. Sebelumnya kami singgah di tempat istirahat jalan tol kemudian kami (termasuk supir taksi) tidur di dalam mobil hingga jam 5 Shubuh.

Tepat jam 7 aku dan Tane Rina sudah berakat menuju Belanda dengan pesawat ******** (aslinya yang buat bingung kasih nama pesawatnya). Sampai disana, di bandara Schippol (kalau tidak salah) jam tanganku menunjukkan pukul 13.02. Tetapi jam dinding bandara itu menunjukkan jam 07.02 AM. Kemudian aku merubah jarum jam mengikuti jam Belanda. Rasanya diriku seperti baru berada di Bandara Soetta, tetapi suasana Bandara Schippol dan Soetta jauh sekali. Aku melihat ada orang memesan tiket di sebuah mesin touchscreen. Di Belanda turun salju satu per satu. Udara sangat dingin. Berkali-kali aku mengusap & menggosok telapak tanganku. Padalah aku sudah memakai jaket tebal.

Kemudian kami berangkat ke Eindhoven dengan kereta membutuhkan waktu +/- 1.5 jam untuk sampai di tujuan. Selama di jalan aku berdoa agar aku dapat bertemu dengan Ibu hari ini. Tiba-tiba perutku keroncongan. Padahal di pesawat aku sudah ingin makan. Kemudian Tante Rina membelikanku sebuah roti gandum.

“Amie, tante beli roti gandum aja ya, kita kan nggak bawa banyak duit jadi disini kita harus benar-benar hemat.” Pinta Tante Rina.

Padahal aku ingin makan nasi. Tapi mau tidak mau aku, yang baru berumur 15 tahun, harus menuruti perintah Tante Rina, yang telah berumur >40 tahun tetapi tidak menikah. Awalnya, roti gandum rasanya tidak enak. Rasanya ingin aku buang roti gandum ke luar. Ketika aku menggigit lagi…. aku mulai menyukai roti gandum. Mungkin karena adanya dorongan paksa dari dalam tubuh.

Setelah sampai di stasiun kami melanjutkan perjalanan dengan naik taksi. 15 menit kemudian kami sampai di sebuah rumah kecil di pinggiran Kota Eindhoven. Kemudian kami berjalan menuju rumah itu. Aku tidak sabar melihat Ibu yang semakin tua. Tante Rina mengetuk pintu rumah itu. Tiba-tiba seseorang kakek membuka pintunya. Tante Rina berbicara dengan kakek itu dengan Bahasa Belanda. Setelah berbicara lama, Tante Rina mengungkapkan rasa kecewanya.

“Amie…. kemarin Ibu pindah ke Paris. Tapi Ibu tidak memberi tahu tante. Ibu udah dapat alamatnya kok. Mau nggak sekarang kita ke Paris?”

Aku sangat kecewa. Ibu tidak memberi tahu tante tentang soal ini. Tapi rasa rinduku mebuatku terus berusaha. Aku harus pergi ke Paris sekarang juga!

Sabtu, 30 Oktober 2010

Perjalanan Amie (1)

Aku berlari menuju ke kamar, menutup pintu dengan kencang dan terkunci. Aku menangis tersedu-sedu di kamar. Sambil melihat bingkai foto antara aku, Ibu dan Ayah. Foto itu aku simpan rapi-rapi sejak 13 tahun yang lalu. Kini semua itu menjadi kenangan. 11 tahun yang lalu Ayah bercerai dengan Ibu dan aku memilih untuk tinggal bersama Ayah. Awalnya aku tidak mempunyai perasaan apa-apa sejak aku ditinggal Ibu keluar negeri entah kemana. Berselangnya waktu aku mulai kesepian. Aku rindu dengan Ibu. Aku selalu menangis jika aku melihat bingkai foto ini. Itu adalah kenangan tersisa antara aku, Ibu dan Ayah.

Awalnya aku sudah mengatakan kepada Ayah bahwa aku ingin bertemu dengan Ibu. Tapi selalu ditentang keras oleh ayah.

“Apa? Kamu ingin bertemu dengan ibumu? Harusnya kamu itu tau kalo ibumu itu bukan ibu yang baik! Kamu tidak pantas bertemu dengan ibumu lagi! Harusnya kamu bersyukur tinggal dengan ayah. Paham?”

Itulah perkataan Ayah setiap minggu. Seharusnya Ayah sadar… seorang anak bisa melakukan penyimpangan sosial jika ia tidak mempunyai orangtua yang utuh. Setiap minggu aku sudah mengatakannya kepada Ayah, tapi Ayah selalu membantahnya. Padahal, Ayah adalah seorang sosiolog.

“Ya Allah, kapan aku dipertemukan kembali oleh ibu ya allah….?” Doaku setiap harinya setelah shalat.

5 hari kemudian….

Suatu hari aku chatting dengan Tante Rina, teman paling dekat dengan ibu sebelum ibu pindah keluar negri. Tante Rina juga sangat rindu dengan ibu. Karena baginya ibuku adalah seorang yang selalu mengisi hari-harinya saat sedih atau saat gembira.

Tiba-tiba ia mengatakan padaku secara mendadak!

“Amie…. Sekarang tante tahu ibumu tinggal dimana? “

“HAH!!! Dimana-dimana?” aku penasaran.

“Katanya ibumu tinggal di Eindhoven, di Belanda!!!!” jawab Tante Rina.

“Aku harus bertemu ibuku!!! Aku harus bertemu ibuku!!!!!” pinta aku.

Akhirnya aku sepakat dengan Tante Rina besok aku pergi ke rumahnya untuk berangkat ke Belanda. Aku menyiapkan barang-barang, memecahkan celenganku, menulis surat untuk Ayah, kemudian aku kabur dari rumah sekitar jam 00.18 agar ayah tidak menjegatku ke Belanda. Di bagian paling bawah surat aku menuliskan……

“semoga aku dapat bertemu dengan ibuku, amin….”

Bersambung……